Rabu, 11 Maret 2009

Sebuah Cinta

Islam merupakan agama fitrah yang juga mengakui adanya fenomena cinta yang melekat sebagai fitrah manusia.Allah telah memberikan petunjuk kepada hamba-hambaNya tentang prioritas dalam cinta. Firman Allah :“Katakanlah :’Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi pettunjuk kepada orang-orang fasik”. (QS.9:24) Prioritas cinta dapat diklasifikasikan atas prioritas tertinggi, menengah dan terendah. Berdasarkan ayat di atas,prioritas cinta yang tertinggi adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan berjihad di jalanNya. Hal ini merupakan konsekuensi dan merupakan keharusan dalam Islam. Tak diragukan lagi bahwa seorang mukmin yang telah merasakan kelezatan iman di dalam hatinya akan mencurahkan segalanya cintanya hanya kepada Allah. Karenaia telah meyakini bahwa Allah-lah yang Maha Sempurna, Maha Indah dan Maha Agung. Tak ada satupun selain Dia yang memiliki kesempurnaan sifat-sifat tersebut. Maka lahirlah kesadaran bahwa hanya ajaran Allah-lah yang harus diikuti karena Dia-lah yang Maha Tinggi. Dia juga terdotong untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Allah dengan senang hati, penuh keyakinan dan keimanan. Ia telah yakin bahwa untuk membanguan kepribadian yang sempurna dan membina mentalitas manusia hanyalah dengan ajaran Allah yang Maha Suci dari kekurangan.

Rasa cinta seorang yang beriman kepada Allah akan mengambil bentuk awal berupa rasa cinta kepada Rasulullah SAW. Cinta kepada Rasulullah ( Mahabbaturrasul) ini berwujud sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat) terhadap perintah rasul, berendah hati, mendahulukan, melindungi dan kasih sayang kepada beliau. Generasi terbaik ummat ini telah mencontohkan betapa Mahabaturrasul bukan hanya terbatas pada salam dan Shalawat, namun juga membentengi Rasulullah dari mara bahaya dalam banyak peperangan dan tampil dalam membela Islam.

Mahabbaturrasul muncul dari keikhlasan dan ketulusan syar’i, rasa cinta yang Allah tumbuhkan, yang tak dapat ditumbuhkan oleh manusia meski membelanjakan seluruh kekayaannya. Rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada bapak-bapak, anak-anak, saudara-sausara, istri-istri, kaum keluarga, harta, perniagaan, rumah-rumah yang disukai. Bahkan rasa cinta yang melebihi rasa cinta kepada diri sendiri.

Sabda Rasulullah saw : “Hendaklah kalian mencintai Allah karena Dia memelihara kalian dengan nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku demi cintamu kepada Allah. Dan cintailah ahli rumahku demi cintamu kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim dari Ibnu Abbas). “Tidak beriman seseorang (dengan sempurna) diantara kalian kecuali aku lebih dicintai dari dirinya sendiri, orang tua dan seluruh manusia” (Al Hadits).

Itulah mahabbaturrasul yang mewarnai hati Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Yang membuatnya mendahulukan, melindungi dan tak membangunkan Rasulullah yang tertidur di pangkuannya, walaupun harus menahan sakit kakinya karena tersengat kalajengking hingga mengucurkan darah (peristiwa Hijrah).